Monitoring Pengelolaan Sampah di Desa Dencarik dan Temukus, Satukan Komitmen Menuju Pengelolaan Sampah Mandiri
Buleleng, 15 April 2025 – Pemerintah Kecamatan Banjar bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) melaksanakan kegiatan monitoring Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan TPS3R di dua desa, yakni Desa Dencarik dan Desa Temukus, Kamis (15/4). Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem pengelolaan sampah di tingkat desa sekaligus menyampaikan kebijakan baru terkait penutupan open dumping secara nasional.
Monitoring di Desa Dencarik dilaksanakan bersama Kasi Paten, staf Kecamatan, dan DLH, serta diterima langsung oleh Perbekel dan Sekretaris Desa (Sekdes) di ruang perbekel. Desa Dencarik telah memiliki TPST dan menggandeng BUMDes dalam operasionalnya. Terdapat tujuh orang petugas pengelola sampah yang terdiri dari dua supir, dua pengangkut, dan dua pemilah sampah, serta didukung satu armada Viar dan satu mobil Cary.
Namun, keterbatasan jumlah armada menjadi tantangan utama, sehingga pengangkutan sampah yang dilakukan dua kali seminggu belum maksimal. Sampah yang tidak bernilai ekonomis dibuang ke TPA Pangkung Paruk dengan biaya Rp3,5 juta per bulan. Penghasilan para petugas pengangkutan masih bergantung pada iuran masyarakat, sedangkan pemilah sampah menerima gaji tetap sebesar Rp1,5 juta per bulan yang disubsidi Dana Desa.
Pihak desa juga sempat bekerja sama dengan pihak ketiga untuk menjual sampah non-organik, namun kerjasama tersebut terhenti akibat anjloknya harga jual. Saat ini, pungutan sampah ditetapkan sebesar Rp15.000 untuk rumah tangga dan Rp20.000 untuk kios.
Solusi yang Didorong:
Edukasi masyarakat terkait pemilahan sampah dari rumah.
Optimalisasi pengelolaan sampah berbasis sumber sesuai dengan Pergub Bali No. 47 Tahun 2019.
Pemilahan wajib agar sampah yang dikirim ke TPA berupa sampah residu.
Desa harus bersinergi dengan desa adat, BPD, dan kepala dusun untuk mendukung pengelolaan sampah berkelanjutan.
Di Desa Temukus, monitoring diterima langsung oleh Perbekel, Kasi Kesra, dan petugas pengelola sampah. Saat ini, pengangkutan sampah dilakukan dua kali sehari dengan tiga armada (dua Cary bantuan DLH dan PLN, serta satu Viar). Delapan orang petugas pengangkut sampah menerima gaji Rp1,8 juta per bulan.
Anggaran untuk pengelolaan sampah desa tercatat sebesar Rp104.710.000. Desa telah memberlakukan pungutan iuran untuk pengangkutan sampah, yakni Rp15.000 untuk rumah tangga dan Rp20.000 untuk kios/warung. TPS di desa ini dikelola langsung oleh pemerintah desa.
Pemerintah desa berencana membeli sampah plastik dari rumah tangga sebagai upaya mendorong partisipasi masyarakat dalam memilah dan mengumpulkan sampah bernilai ekonomis. Jika Perdes telah disahkan, desa juga akan menjalin kerja sama dengan pihak ketiga dalam pengelolaan sampah non-organik.
Kendala yang Dihadapi:
Proses pembuangan ke TPA Bengkale belum lancar, sehingga sampah masih dibuang ke Pangkung Paruk.
Kurangnya tenaga pemilah sampah, menyebabkan belum ada kegiatan pembuatan pupuk.
Operasional armada masih kurang.
Lahan kuburan seluas 5 are direncanakan dialihfungsikan menjadi lahan pengolahan sampah, dengan proses residane sedang berjalan.
Solusi yang Didorong:
Akselerasi kerja sama dengan pihak ketiga untuk pengelolaan sampah bernilai ekonomis.
Pemilahan dan pengelolaan sampah harus dilakukan di TPS3R.
Penutupan open dumping mendorong desa untuk mulai mengelola sampah dari sumbernya.
TPS3R harus menjadi garda terdepan dalam mendukung pengelolaan sampah mandiri di desa.
Monitoring ini menjadi langkah konkret dalam mendukung visi pengelolaan sampah yang berkelanjutan, mandiri, dan sesuai regulasi lingkungan hidup. Kasi Paten Kecamatan Banjar, Made Suastrini, bersama tim, terus mendorong desa-desa untuk siap menghadapi tantangan pengelolaan sampah ke depan.(pas)