(0362) 92503
banjar@bulelengkab.go.id
Kecamatan Banjar

PERINGATAN PERANG BANJAR

Admin banjar | 23 September 2019 | 2447 kali

Sura Magadha….Jaya…Jaya…Jaya….Demikianlah pekik menggema di areal Griya Gede Banjar, Jumat (20/9) malam saat peringatan 151 tahun Perang Banjar berlangsung. Suasana meriah penuh semangat, seolah membawa ingatan romantisme sejarah pada 20 September 1868 silam. Kala itu, Pahlawan Ida Made Rai memimpin Laskar Banjar melawan Kolonial Belanda demi mempertahankan tanah kelahiran.

I PUTU MARDIKA, Banjar

RATUSAN warga Dusun Melanting, Desa/Kecamatan Banjar ketog semprong (tumpah ruah, Red) memadati areal Griya Gede Banjar. Warga yang datang berpakaian adat madya dengan baju hitam seragam ini mengikuti acara peringatan 151 tahun Perang Banjar. Semangat nasionalisme kian berkobar ketika lokasi peringatan dihias dengan ornamen merah-putih.

Ya. Malam itu terasa spesial bagi para keturunan pahlawan yang turut berjuang dalam mempertahankan tanah kelahiran ketika Perang Banjar tahun 1868 meletus. Mereka diundang untuk mengingatkan kembali perjuangan para leluhurnya yang gagah berani mengusir penjajah.

Sebelum peringatan puncak yang ditandai dengan potong tumpeng dilakukan, para keturunan pahlawan dan warga terlebih dahulu diajak untuk mengingatkan lembaran sejarah ratusan tahun silam. Kala itu Ida Made Rai selaku Raja Banjar bersama Ida Made Tamu, Ida Nyoman Ngurah, Ida Made Sapan, Ida Made Kaler, I Dade, I Kamasan, Ni Belegug, Kumpi Nari, I Made Guliang, Ida Made Gunung berjuang memimipin Laskar Banjar untuk mengusir penjajah dari Bali.

Di hadapan ratusan warga yang hadir, Ida Bagus Wika Krishna yang notabene generasi kelima dari pemimpin Perang Banjar, Ida Made Rai menuturkan Nagari Banjar merupakan sebutan bagi distrik Banjar yang dipimpin Raja Rsi, Ida Made Rai.  Wilayah kekuasaan Nagari Banjar mulai dari Kalibukbuk hingga Sumberkima.

Pria yang akrab disapa Gus Wika ini menceritakan, Perang Banjar meletus karena Banjar tak mau tunduk pada Belanda yang telah mengganti posisi Ida Made Rai dengan putra Buleleng lainnya. Terlebih, Kerajaan Buleleng saat itu sudah ditundukkan oleh Belanda seiring robohnya benteng pertahanan Jagaraga di Sawan, tahun 1849 silam.

Tentu saja, ulah Belanda mendapat protes keras dari Rakyat Banjar. Bahkan, Ida Made Rai sempat ditahan Belanda karena dianggap memberontak kolonial. Namun, Laskar Banjar tak tinggal diam. Lewat 2000 pasukan Laskar Banjar meminta agar Belanda membebaskan Ida Made Rai. Jika tak dibebaskan, maka Belanda harus siap berhadapan dengan ribuan Laskan Banjar.

Puncaknya, pada September tahun 1868 silam. Begitu Ida Made Rai dibebaskan, maka Laskar Banjar di bawah pimpinan Ida Made Rai mulai melakukan perlawanan. Banjar dengan seluruh kekuatan, berdiri sendiri menentang penjajahan.

”Hari ini, tepat 151 tahun yang lalu Perang Banjar meletus. Saya hanya ingin menyampaikan, Hei…Rakyat Banjar di dalam setiap aliran darah kita, mengalir darah-darah pemberani dan pejuang, darah-darah yang tidak bisa ditundukkan. Banjar bukan orang-orang biasa. dia adalah orang-orang petarung dan siap mempertahankan negaranya,” pekiknya disambut tepuk tangan ratusan warga yang hadir.

Pada momen spesial ini, mantan Pembimas Hindu Yogyakarta tak lupa mengajak seluruh warga yang berkumpul untuk tenang, hening, dan merasakan, bahwa 151 tahun lalu di tempat inilah, gegap gempita dengan sorak sorai Laskar Banjar berjuang sekuat tenaga. “Kita harus mulai merasakan, betapa mulianya perjuangan leluhur,” imbuhnya.

Lewat tema mewairisi spirit Sura Magadha, Gus Wika juga ingin mengajak bahwa spirit perjuangan ini harus tertanam pada generasi muda kita. “Saatnya kita mesikian, saatnya kita bersatu. Saatnya kita berbuat untuk tanah kelahiran kita,” ajaknya.

Gus Wika pun tak menampik jika acara peringatan perdana ini masih banyak kekurangan. terlebih, rencana awalnya hanya diperingati secara sederhana saja. Namun, rupanya antusiasme masyarakat sangat tinggi. Bahkan tak sedikit warga yang turut menyumbang makanan dan minuman untuk disuguhkan kepada undangan yang hadir.

“Sungguh luar biasa, antusiasme masyarakat. Kami hanya berpikir menyiapkan 500 tempat duduk. Tapi yang datang melebihi. Sehingga kami memohon maaf atas keterbatasannya. Kedepan akan kami agendakan untuk diperingati secara rutin setiap tahun,” akunya.

Acara puncak peringatan ditandai dengan pemotongan tumpeng. Dalam momen penting itu sejumlah perwakilan dari keturunan Ida Made Rai, Ida Made Tamu, keturunan Ida Made Kaler dari Kayuputih, keturunan I Kamasan, Keturunan I Dade dan beberapa tokoh dari cempaga dan sidapata diminta naik panggung untuk menerima tumpeng.

Namun yang menarik adalah untuk pertama kalinya sejak ratusan tahun, sejumlah pusaka yang digunakan pejuang untuk melawan penjajah dipertemukan. Keris-keris pusaka seperti Keris Ki Lebah Pangkung, Ki Baru Kuping, Keris Ki Palu Cempeng dibersihkan dengan menggunakan air dan kapas.

Proses penyucian senjata pusaka pun mendapat perhatian luar biasa dari warga. mereka berkerumun dan berdesakan agar dapat menyaksikan proses sakral nan langka tersebut. satu persatu pusaka dikeluarkan dari saungnya. Tak sedikit warga yang dibuat terharu hingga menitikkan air mata kala menyaksikan kemasyuran keris pusaka sedang disucikan.

Setelah dibersihkan, kemudian asuan (basuhannya, Red) keris dibagikan kepada seluruh pria yang hadir untuk diminum dan dipercikkan ke kepala. Asuhan tersebut diyakini dapat memberikan kekuatan, kesehatan agar senantiasa memberikan spirit untuk menjaga tanah leluhur.